Friday, December 06, 2013

sebuah lelucon

apa yang kita cari dari sebuah perjalanan? murni pendewasaan diri? atau sekedar eksistensi diri untuk diakui orang lain bahwa kita seorang pejalan yang bebas tanpa beban yang sudah kesana kemari menginjakkan kaki yang tidak semua orang bisa datangi? atau kita orang yang peduli dengan lingkungan? atau hanya untuk membuktikan bahwa bumi yang indah ini tidak hanya ada di sekitarnya? atau untuk mencari teman sebanyak-banyaknya? atau apapun itu..

mari kita jujur pada diri kita sendiri, tak usah munafik, cukuplah jawaban-jawaban itu untuk kita sendiri.. 


dalam sebuah perjalanan singkat gue beberapa minggu yang lalu, entah yang keberapa jalan kesana, sebut saja Gunung Api Purba Nglanggeran, dimana gunung ini tergolong pendek dan tak begitu menyulitkan pendaki-pendaki gunung, secara di beberapa track yang nanjak sudah ada tangga yang disemen untuk memudahkan pendaki menikmati pemandangan dari atas; saat itu hari minggu pagi menjelang siang kita ber 6 turun dari puncak gunung ini, mendapati puluhan anak SMA yang sedang dalam perjalanan naik, tanpa bekal logistik, tanpa tas yang menggunung, tanpa kamera, dan tanpa gear outdoor, persis seperti anak-anak muda yang sedang jalan-jalan di mall.. sandal crocs yang seharusnya mereka pakai di kaki akhirnya mereka tenteng di tangan, beberapa sedang menggandeng pasangannya sekedar membantu berjalan di tanah yang licin setelah hujan semalam..

lucu memang, tapi kemudian gue sadar dan tergelitik dengan tingkah laku mereka.. dengan polosnya mereka tak acuh dengan medan yang tak biasa seperti itu, seakan tak peduli dengan peralatan yang dipakai untuk sekedar menikmati keindahan alam pegunungan bersama teman-teman.. 

kemudian gue melihat diri sendiri, apa yang gue kenakan mulai dari kepala sampai dengan kaki lengkap dengan peralatan outdoor, bahkan untuk sekedar tektok di gunung ini gue harus memenuhi isi tas dengan peralatan yang entah terpakai atau tidak, mulai dari kompor, jas hujan, headlamp, pisau, dan segala tetek bengeknya..

seketika gue malu dengan diri sendiri, apa yang gue pakai ini tak berarti apa-apa bagi anak-anak itu, barang yang gue bangga-banggakan dengan harga yang tidak murah, yang selama ini orang-orang bahas di twitter, di forum-forum peralatan outdoor ternyata hanyalah omong kosong bagi anak-anak SMA ini.. yang mereka cari murni foto dan canda tawa bersama teman, fix orang-orang yang gak munafik..

merekalah orang-orang yang setulus-tulusnya mencari kebahagiaan semata dari sebuah perjalanan, dan bisajadi secara tak sadar apa yang mereka alami juga merupakan proses pendewasaan diri.. tak melulu soal peralatan gunung yang canggih dan simple, mereka cukup mengenakan pakaian yang mereka pakai sehari-hari..

gue tidak sedang mentertawakan mereka yang tak mengenakan peralatan outdoor yang lengkap, tapi justru gue sedang mentertawakan diri gue sendiri.. cara hidup yang seharusnya sederhana ini malah gue persulit dengan peralatan gunung yang tetek bengek, padahal yang gue cari juga sama dengan mereka, hiburan di gunung, dan foto.. gue selalu dipusingkan dengan idealisme orang-orang untuk naik gunung, yang secara tak sadar kemudian menjadi idealisme bagi gue sendiri..

Thursday, December 05, 2013

Bencana Alam Untuk Siapa?

kalo kalian ngikutin berita-berita di twitter atau blog orang, atau mungkin blog gue sendiri ini, maka kalian akan mendapati belakangan orang-orang (termasuk gue) sibuk berteriak tentang eksploitasi alam.. lalu masing-masing orang akan ngebully orang yang baru saja jalan-jalan ke suatu cagar alam, sebut saja pulau sempu.. atau kita sedang bersedih dengan situasi Gunung Semeru yang semakin bau dan sangat tidak indah dipandang mata dengan sampah yang menumpuk di pojok Ranu Kumbolo.. atau mungkin kita juga salah satu yang berteriak paling keras terhadap penambangan freeport di Papua.. atau kita adalah orang yang berada di garis depan melawan wisatawan yang berkunjung ke Kiluan, entah dengan alasan lumba-lumba akan terbiasa mendengar suara mesin kapal yang nantinya akan merubah pola hidup lumba-lumba itu atau apalah itu..

tapi pernahkah kita mencoba berfikir mejadi warga sekitar? 
atau mungkin banyak yang belum tahu apa yang dilakukan penambang belerang di Kawah Ijen.. bagi yang pernah dan tahu apa yang dilakukan penambang-penambang ini, mungkin akan berfikir ulang untuk menulis artikel tentang eksploitasi alam.. bahkan gue sendiri melupakan apa yang gue lihat 2 tahun lalu apa yang penambang lakukan di kawah itu.. dan dengan lantang dan bangganya karena telah menjadi bagian dari agen perubahan cinta lingkungan..

seperti yang orang-orang sampaikan, bencana datang seiringan dengan apa yang telah dilakukan manusia akan alam itu.. tapi mari kita refleksikan kembali, apa definisi bencana itu sendiri? sesuatu yang merugikan manusia? manusia yang mana? manusia siapa? 

ketika kita menyebut lumba-lumba akan berubah pola hidupnya karena banyaknya wisatawan yang datang ke rumahnya, kemudian manusia-manusia ini khawatir nantinya tidak akan bisa melihat lumba-lumba itu lagi karena perubahan alam..
atau kita yang ngebully orang di twitter karena ada sebuah foto bunga edelweis di meja kantornya.. atau hanya karena foto seseorang memegang karang ketika sedang menyelam, lalu semua orang kesal dengan ulahnya karena karang akan mati karena kandungan asam kulit manusia, kemudian karang-karang yang indah itu pun akan mati, dan kita menyebut wisatawan itu mengeksploitasi alam dan tidak bertanggung jawab dengan perjalanannya sendiri.. suatu waktu manusia ini akan menyebut inilah bencana alam karena karang-karang tak lagi indah karena kelakuan manusia itu sendiri..

kemudian mari kita membayangkan:
bagaimana bila perjuangan membuat alam ini tetap terjaga ternyata berjalan dengan mulus? manusia dibatasi untuk datang ke cagar alam, manusia tidak lagi dibolehkan menyelam karena khawatir tidak semua orang bisa menepati untuk tidak memegang karang, dan manusia dibatasi naik gunung..
pernahkah kita memikirkan bagaimana nasib pemilik warung di Ranu Pane bila kemudian sepi? ojek tak lagi seramai sekarang, pemilik kapal di Kliuan tak lagi makan nasi setiap harinya karena sepinya wisatawan, tak ada lagi orang yang menyewa rumah Pak Kholiq di Pantai Sendang Biru, penambang belerang di Gunung Ijen banyak yang menganggur..
masyarakat lokal di PHK masal oleh ulah kita sendiri..

dan pada akhirnya kita menyebut ini bencana..