kali ini gue mau sedikit review film :D:D
bukan karena kehabisan topik bahasan, tapi mungkin ini film bisa buat referinsi bagi pecinta jalan sekaligus pecinta film dengan adrenalin yang tinggi :D:D
oiya, sebelum ngejelasin tentang ini film, gue cuma mau ngasih tau, kalo artikel ini gue copas dari kompasiana .. so, review ini bukan dari gue, karena gue sndiri belum nonton ini film hagagagagaga...
oke mari disimak dulu review nya :)
Film
ini berkisah tentang lima orang pendaki gunung yang sedang melakukan
hobinya di sebuah pegunungan Skotlandia. Pada awal film saya sudah
dibikin sedikit kaget dengan kegiatan mereka dalam panjat tebing karena
belum apa-apa koq udah ada yang mau jatuh dari tebing gara-gara
“keserimpet” tali. Sampai disini, saya hanya mengira film ini bakalan predictable dan mengikuti alur film adventure thriller
lainnya macam High Lane (2009) (film Perancis yang judul aslinya
Vertige) atau macam Cliffhanger-nya Sylvester Stallone (1993). Tapi,
ternyata yang ini beda dari film-film yang sudah saya sebutkan tadi.
Ternyata adegan di awal film ini hanya sekedar “latihan” untuk sedikit
menaikkan adrenalin kita. Cerita film ini jadi semakin menarik ketika
dalam perjalanan untuk mendaki gunung, kelompok pendaki gunung ini
mendengar suara aneh, yang akhirnya diketahui bahwa suara itu berasal
dari seorang anak perempuan kecil yang dikubur hidup-hidup di sebuah
peti yang ditanam di tengah hutan. Suara anak kecil ini bisa terdengar
karena ada “cerobong napas” yang muncul di permukaan tanah. Rupanya
orang yang mengubur anak ini ingin agar anak perempuan tersebut tetap
hidup. Otomatis kelompok pendaki ini menolong anak kecil tersebut supaya
bisa keluar dari peti.
Kelompok
pendaki gunung ini akhirnya berusaha membawa anak kecil tersebut ke
desa terdekat untuk mendapatkan pertolongan dan sekaligus melapor pada
pihak yang berwajib. Oh ya, gadis kecil ini namanya Anna (Holly Boyd)
dan ternyata dia nggak bisa bahasa Inggris, dan malah fasih bahasa
Croatia. Yah…tambah bikin repot pendaki-pendaki gunung tadi karena nggak
tahu bagaimana gadis itu bisa dikubur hidup-hidup di tengah hutan.
Ternyata dalam perjalanan menyelamatkan Anna, kelompok pendaki ini harus
kejar-kejaran dengan dua orang yang telah mengubur Anna hidup-hidup dan
ternyata mereka ini adalah penculik Anna yang minta tebusan ke ortunya
Anna 6 juta Euro (kira-kira berapa Rupiah ya gan ?? hehehe….banyak
banget tuh duit segitu). Orang tua Anna juga nggak tinggal diam. Ayah
Anna menyewa 2 orang bounty hunter atau mungkin pembunuh bayaran buat nangkap si penculik.
Akhirnya satu persatu anggota kelompok pendaki ini tewas dalam kejar-kejaran. Ada yang ditembak pakai senapan sniper (mantap juga nih penculik, sniper
tulen), ada juga yang diputus talinya waktu turun tebing. Kejar
mengejar ini berlangsung hingga menjelang akhir film dan endingnya
tenyata….biasa saja, nggak ada yang istimewa. Semua berakhir baik-baik
saja, tanpa twisted plot. Cuma yang bikin penasaran, waktu ending film ini yang jadi pertanyaan saya adalah, siapa sebenarnya bapaknya si Anna ini sampai segitu powerful-nya nyewa bounty hunter yang bersenjata berat ala tentara baret hijau Inggris ? Dan siapa pula penculik Anna, koq bisa pakai senapan sniper
dengan mahir ? Kalau dugaan saya, ayah Anna adalah bekas tentara
Croatia yang sekarang jadi mafia di Skotlandia, sedangkan penculiknya
mungkin bekas tentara juga. Tapi ini baru dugaan lho, silahkan nonton
filmnya dulu saja.
A Lonely Place to Die adalah sebuah thriller
murni menurut saya. Murni karena yang ditonjolkan disini adalah
ketegangan demi ketegangan dalam setiap adegannya, yang menurut saya
bisa membuat orang berteriak, “Come on…come on…hurry up guys…run…run faster…that f*cking killer behind you”. Meski tanpa twisted plot dan film ini berjalan apa adanya, film ini sangat layak ditonton bagi penggemar berat thriller. Ide film ini sebenarnya sudah tidak terlalu original, karena sudah banyak film thriller yang bertemakan wilderness survival adventure, kejar-kejaran dengan bad guys,
atau penculikan seperti dalam A Lonely Place to Die ini. Tapi yang
membuat saya bisa mengacungkan dua jempol adalah kepiawaian penulis
skenario dalam mengolah ketegangan dalam setiap adegan. Selain itu, saya
juga salut pada Julian Gilbey yang telah menunjukkan “taring”-nya dalam
mengarahkan film ini yang membuat penonton duduk terpaku hingga film
ini selesai. Oh ya, sekedar informasi, Gilbey bersaudara ini juga nampak
sangat serius dan total dalam menggarap film ini. Saya sempat baca di credit title-nya,
Julian dan Will Gilbey selain sebagai penulis skenario dan sutradara,
juga bekerja sebagai editor dan penata suara. Hasilnya bisa dilihat
sendiri, sangat memberikan hiburan yang berarti bagi penonton. Selain
itu, sepertinya pemilihan lokasi shooting-nya juga tidak
main-main, memang betul-betul dipilih lokasi yang menggambarkan betapa
susahnya bertahan hidup di alam bebas dari kejaran para penculik.
Sepanjang film ini, kita akan banyak disuguhi terjalnya tebing gunung
yang penuh dengan batu-batu tajam dan derasnya sungai yang harus dilalui
kelompok pendaki ini agar bisa menyelamatkan Anna. Mungkin pemilihan
lokasi ini banyak dipengaruhi oleh hobi berkeliaran di alam bebas dari
Gilbey bersaudara ini, yang menurut keterangan dari mbah Google, memang
Julian dan Will Gilbey ini adalah pendaki gunung yang handal.
Meski
banyak nama aktor dan aktris yang masih asing di telinga saya terlibat
dalam film ini, kecuali Melissa George dan Ed Speleers (Eragon,2006), tapi saya tidak ambil pusing dengan akting dari aktor dan aktris yang kurang saya kenal ini. Kekuatan dari plot (meski banyak plot hole) dan deskripsi ketegangan kejar-kejaran di ganasnya alam pegunungan (dengan berlari…yup,
80% film ini isinya adegan lari-lari di tengah hutan dan gunung melulu)
inilah yang sebenarnya bisa mengakomodasi film ini hingga menjadi
sebuah thriller yang apik dan bagus untuk ditonton. Memang akting dari Melissa George sendiri yang
nampak paling menonjol dari film ini, tapi itu semata-mata karena
memang perempuan cantik asal Australia ini sudah banyak membintangi film
thriller dan horor, seperti The Triangle (2010) atau 30 Days
of Night (2007), sehingga mata saya udah terbiasa melihat mbak yang satu
ini beraksi. Melissa George mungkin adalah the next Jamie Lee Curtis karena seringnya main di film horror atau thriller. Secara umum, sebagai penggemar film thriller,
saya merasa sangat terhibur dengan A Lonely Place to Die ini karena
saya bisa “olahraga” otak dan jantung dengan nonton film ini, selain
naik sepeda.
No comments:
Post a Comment